Skip to main content

Oleh : Nisak Itriyana

Kerujuk merupakan salah satu Dusun yang berada di Desa Menggala Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok Utara. Dusun ini menjadi salah satu lokasi residensi seniman Bangsal Menggawe 2024. Kerujuk sendiri memiliki sumber air yang melimpah dan tidak pernah kering walaupun musim kemarau tiba.

Tema dari Bangsal Menggawe tahun ini adalah “Montase Air”, maka Kerujuk dipilih menjadi salah satu lokasi residensi seniman. Seniman yang ditempatkan di Kerujuk berasal dari Komunitas Gubuak Kopi yakni Hafizan dan Albert Rahman Putra. Mereka berasal dari Solok, Padang Sumatera Barat. Tepatnya pada hari Minggu, 26 Mei 2024, Hafiz dan Albert datang ke Kerujuk. Rumah yang menjadi tempat tinggal mereka untuk satu bulan kedepan adalah rumah salah satu warga Kerujuk, yakni Buk Sa’adah.

Silaturahmi di kediaman pak Muhlisin

Di hari yang sama, kami memutuskan untuk keliling melihat sungai yang ada di dekat jembatan Kerujuk ditemani oleh Rizal, Arin dan Amel. Setelah merasa cukup melihat kondisi sekitar sungai, kami memutuskan untuk berkunjung ke rumah Pak Muhlisin. Beliau merupakan salah satu warga Kerujuk yang rumahnya tidak jauh dari tempat tinggal seniman. Sehingga diharapkan Pak Muhlisin dapat menjadi teman diskusi seniman selama waktu residensi. Dikarenakan waktu sudah semakin petang, kami memutuskan untuk pulang.

Setelah kami pulang, ternyata Zohri selaku pendamping lokal datang berkunjung ke tempat residensi. Sayangnya saya tidak dapat terlibat dalam diskusi malam itu. Akan tetapi, berdasarkan informasi dari Hafiz dan Albert, saat itu Zohri membicarakan terkait sumur gedong dan batu lesung. Dimana letak dari sumur gedong ini sendiri tidak jauh dari tempat tinggal seniman. Keesokan harinya, kami memutuskan untuk berjalan ke tempat ekowisata Kerujuk yang ramai pengungjung pada tahun-tahun sebelumnya.

Bertemu pak Muhammad Jaelani

Kami bertemu dengan Muhammad Jaelani yang merupakan peternak ayam kalkun dan sapi. Di dekat kandang ayam kalkun Pak Muhammad, terdapat tali flying fox ekowisata yang sudah tidak digunakan lagi. Selain itu, beliau juga memiliki pohon manggis di dekat kolam lumpur yang menjadi salah satu ekowisata Kerujuk sebelumnya. Ada sekitar 70 pohon manggis yang ditanam beliau. Setelah berbincang dengan Pak Muhammad, kami melanjutkan perjalanan menuju sungai sebelum kolam lumpur.

Bertemu Pewaran Tua nenek Siti Hajariyah

Kami beristirahat sejenak sambil melihat aliran sungai. Karena waktu sudah semakin siang dan matahari mulai menyengat tubuh, kami memutuskan untuk kembali ke rumah residensi. Sore harinya kami diajak oleh Buk Sa’adah ke rumah bibinya yang merupakan pendongeng di Kerujuk. Beliau adalah Nenek Siti Hajariah. Dongeng yang diceritakan hanya beberapa saja. Hal ini dikarenakan oleh faktor usia. Usia beliau saat ini kurang lebih 150 tahun. Hanya ada beberapa cerita dongeng yang beliau ingat. Menariknya, selain menceritakan dongeng beliau juga menyanyikan lagu saat RA. Kartini dan lagu saat Ir. Soekarno dibuang. Walaupun nenek Siti tidak berbahasa Indonesia, akan tetapi uniknya beliau dapat menghafal lagu dahulu yang berbahasa Indonesia. Karena waktu sudah semakin larut, kami memutuskan untuk pulang ke rumah.

Menyusuri Sungai Kerujuk

Ternyata malam harinya Agus berkunjung ke rumah residensi. Hampir setiap malam Agus datang menemui Hafiz dan Albert. Hal ini tentu dikarenakan rumah Agus tidak jauh dari rumah residensi. Sama halnya dengan Zohri, Agus juga membahas mengenai sumur gedong yang ada di Kerujuk. Tak hanya itu, Agus bercerita pula tentang keluarganya dahulu yang rela menukar tanah atau kebunnya dengan ikan.

Menuju lokasi Sumur Gedong

Hari ketiga di Kerujuk kami sepakat untuk pergi melihat sumur gedong ditemani oleh Buk Sa’adah. Perjalanan menuju sumur gedong ini tidak menghabiskan banyak waktu. Sesampai di sana, kami melihat dan memotret sumur tersebut. Saat itu, kami menemukan bunga sesajen dan uang logam. Sumur ini tepat berada di bawah pohon dao yang ukurannya besar. Air di sumur gedong tidak terlalu banyak. Setelah melihat sumur gedong, kami melanjutkan perjalanan ke sumur ganang. Sumur ini tidak jauh dari lokasi kolam lumpur. Sayangnya air di sumur ganang sudah kering. Konon katanya, di sumur ganang ini terdapat pohon ganang dan sumur ini dikelilingin oleh pohon salak.

Sumur Gedong
Sumur Ganang yang kering

Sehabis dari sumur ganang, kami memutuskan untuk beristirahat dan mandi di sungai dekat jembatan hijau yang ada di kolam lumpur. Setelah merasa cukup, kami kembali ke rumah. Tak lama kemudian, datang Juaini atau akrab dipanggil Jon bersama dengan Sabahudin. Menariknya, Jon memiliki catatan tangan mengenai kisah-kisah di Kerujuk dan salah satunya mengenai sumur gedong. Malam harinya, ada seorang kakek datang ke rumah residensi. Beliau adalah kakek Saprudin. Lucunya kakek ini memang tinggal di kebun namun tidak menggarap kebun. Setiap ada yang datang ke rumah residensi ini, selalu saja menyinggung tentang sumur gedong dan salah satunya yaitu kakek ini.

didatangi warga setempat
Perjalanan menuju sakan

Hari selanjutnya kami bersama Buk Sa’adah berkunjung ke sakan gula merah milik ibunya. Perjalanan ke sakan ini dapat dikatakan cukup jauh. Akan tetapi, itu menjadi tantangan tersendiri bagi saya. Selama perjalanan kami selalu bercerita sehingga tak terasa kamipun sampai di sakan. Saat itu, kami menyaksikan proses pembuatan gula aren dari awal sampai akhir. Banyak sekali pengetahuan baru yang kami peroleh. Mulai dari kayu paket yang diiris dan dicampur ke nira dalam grijen.

Menuangkan air nira ke dalam wajan.

Ada fakta unik mengenai air nira. Ternyata saat musim hujan, sebagian nira berwarna putih layaknya air beras. Berbeda saat musim panas, air nira berwarna bening. Menyinggung proses pembuatan, ternyata fungsi dari parutan kelapa agar nira tidak meluap saat dimasak. Selain itu juga, air nira yan mendidih digunakan untuk mencuci grijen agar tuak manis tidak basi. Setelah proses pembuatan nira selesai, kami memutuskan untuk kembali.

Membuat gula aren
Gula siap dicetak
Cetakan gula aren dari potongan bambu

Keesokan harinya, kami berkunjung ke rumah kadus Kerujuk. Dikarenakan pemukiman warga di kerujuk berada di timur dan barat kali, maka terdapat dua kadus. Kami mulai berkunjung ke rumah kadus barat kali yakni Pak Abdul Azis. Selain itu juga, kami berkunjung ke kadus timur kali yakni Pak Basyiruddin. Karena sudah larut malam, kami memutuskan untuk kembali dan beristirahat. Rencana selanjutnya, kami akan bermalam di lahan Pak Idris yang merupakan ketua dari KTH (Kelompok Tani Hutan) Mekar Sari Kerujuk.

Bersilaturahmi ke rumah pak Abdul Aziz Kadus Barat Kali
Bersilaturahmi ke rumah pak Basyirudin Kadus Timur Kali

Tentang Penulis

Nisak Itriyana (Nisak) Lahir di Tanjung, 02 Juli 2003. Ia adalah salah seorang mahasiswa di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) HAMZAR. Ia mengambil jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Saat ini ia memasuki semester 5. Ia aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) PGSD sesuai dengan jurusannya. Dalam organisasi ini ia mendapat amanah menjadi bendahara umum (bendum) untuk periode 2023/2024. Ia memiliki hobi membaca, terutama ketertarikannya membaca novel. Ia memiliki motto hidup menjalani setiap episode kehidupan  dan menerima semua nikmat dari sebuah perjuangan.