Oleh: Ananda Putri
Muara Putat merupakan sebuah dusun yang berada di perbatasan Kecamatan Pemenang dan Tanjung. Uniknya dusun ini dibelah oleh jalan raya. Masyarakat sisi timur jalan raya menyebutnya Putat dan masyarakat sisi barat jalan raya menyebutnya dengan Muara. Dusun ini berada tak jauh dari pesisir pantai. Sehingga dusun ini kaya akan potensi alamnya. Disamping itu pula terdapat sungai yang mengalir tepat diperbatasan kecamatan. Kondisi alamnya yang berada di pesisir pantai sehingga kerap terjadi banjir rob menjadikan muara putat sebagai wilayah yang cukup menarik untuk diperhatikan. Oleh karena itu dusun Muara Putat menjadi salah satu lokasi residensi seniman bangsal menggawe 2024.
Seniman yang akan residensi di dusun ini ialah Robby dan Ismawan dari komunitas Muara Suara yang berasal dari Samarinda. Hari ini 21 Mei 2024, saya sebagai teman seniman Robby Dan Ismawan berkunjung ke Muara Putat tepatnya ke kediaman Pak Jalal yang merupakan ketua RT 003 di Muara Putat. Rumah pak Jalal berada tepat di pesisir pantai yang hanya berjarak sekitar kurang lebih 20 meter. RT 003 ini berada di muara yakni sisi barat jalan raya. Pak Jalal sendiri dahulunya bekerja di bidang perikanan namun dikarekana persoalan politik beliau beralih profesi menjadi ketua RT sekaligus nelayan. Sebagian wilayah muara ditanami padi namun sebagian wilayah tidak dikarenakan kondisi air yang tidak bagus untuk tanaman padi dikarenakan disana dialiri air payau.
Kami kemudian melihat-lihat pantai. Disana cukup ramai oleh anak-anak yang tengah bermain sepak bola pantai. Disana kami juga bertemu dengan salah satu nelayan yaitu Sahudin. Kami berbincang cukup lama. Menurut penuturan pak Sahudin nama dusun Muara Putat ini diberikan karena dulu terdapat banyak pohon putat di sekitar muara. Pohon-pohon putat itu kemudian banyak digunakan warga untuk membangun rumah. Namun saat ini keberadaan pohon putat disekitar muara sudah sangat jarang dijumpai.
Pak Sahudin juga bercerita bahwa setiap empat tahun sekali masyarakat dusun Muara Putat melakukan tradisi yang disebut dengan nyelametang segara (selamatan pantai). Hal ini dilakukan karena ikan-ikan mulai langka (sulit didapatkan). Dulu prosesi nyelametang segara biasa diiringi dengan kesenian-kesenian misalnya seperti kecimol atau orkes. Prosesi ini dilakukan dengan meroah (berdoa bersama) kemudian dihadirkan dulang-dulang makanan. Tempat pelaksanaannya di pantai yang menjadi perbatasan Muara Putat dengan Pantai Sira.
Setelah dirasa cukup, kami memutuskan untuk kembali ke rumah pak Jalal. Kemudian menuju ke rumah kepala dusun Muara Putat yang berada di sisi timur jalan raya. Pertemuan dengan kepala dusun cukup memberikan banyak informasi. Dengan segala persoalan yang ada di Muara Putat uniknya pandangan kepala dusun berbeda. Beliau mengatakan bahwa Muara Putat tepatnya di muara itu sendiri pada dasarnya memang muara. Yakni tempat air bermuara. Sehingga jika dikatakan banjir rob menjadi permasalahan warga disana maka kurang tepat. Karena penduduk yang datang ke muara untuk tempat tinggal yang sebenarnya itu adalah temapat air sehingga ada atau tidak adanya penduduk disana rob itu akan selalu ada.
Hal ini membuka pandangan baru bagi saya. Karena seperti yang dikatakan kepala dusun muara putat sekecil apapun perbuatan manusia maka akan berdampak pada alam. Namun alam tetaplah alam, sebagaimanapun perubahan alam tidak memberikan pengaruh bagi manusia. Sehingga yang perlu digaris bawahi disini adalah kita sebagai manusia hanya menumpang hidup dialam bukan sebaliknya. Kepekaan manusialah yang harus ditingkatkan karena alam sudah sering memberkan isyarat namun manusia tidak mau perduli. Pandangan kita mengenai bencana alam baiknya dirubah. Dimana bencana alam itu kita pandang sebagai pemberitahuan alam kepada kita manusia mengenai ada sesuatu kesalahan yang telah kita lakukan.
Dalam diskusi dengan kepala dusun Muara Putat kami juga mendapatkan informasi bahwa sungai yang mengalir diperbatasan Muara Putat dan Sira saat ini tengah mengalami suatu permasalahan. Yakni saat ini banyak penambang pasir yang menjual pasir sungai untuk kemudian dikirim ke tiga Gili. Hal ini berdampak cukup serius bagi dusun, karena semakin pasir sungai berkurang maka ikan-ikan yang ada di sungai menggali di sekitar tepian sungai sehingga terbentuknya lubang-lubang besar. Saat curah hujan tinggi dan air sungai menjadi besar maka lubang-lubang tersebut akan terisi air kemudian menyebabkan runtuhnya tanah pinggir sungai. Beberapa hari yang lalu hal ini telah menyebabkan dua pohon kelapa tumbang.
Tentu saja hal ini perlu diperhatikan. Agar tidak menyebabkan permasalahan dikemudian hari. Pak kadus juga menerangkan sumur-sumur yang ada disetiap rumah warga tidak dapat digunakan untuk kebutuhan konsumsi dikarenakan tingginya zat besi yang terkandung dalam air sumur. Hal ini dibuktikan oleh BRIN (Badan Riset Inovasi Nasional). Yang salah satu anggota nya bertempat tinggal di muara putat.