Skip to main content

Senin, 18 September 2023. Aku dan Rizal pergi ke Bangsal untuk melihat aktivitas masyarakat di sana. Sesampai disana, matahari berada tepat diatas kami. Terik matahari menyengat tubuh kami. Namun aktivitas disana tetap terlihat baik-baik saja. Suara kebisingan mengisi telinga kami. Akan tetapi semua orang terlihat bodoamat dengan hal-hal tersebut. Setelah memarkir motor, Rizal bertemu dengan temannya dan saling bertukar kabar. Akupun berjalan ke arah bangunan putih yang dikelilingi besi berwarna biru dengan atap yang panjang.

” _Kepada penumpang, yang memiliki tiket berwarna hijau, dengan tujuan Gili Trawangan, silahkan menaiki boat, dengan nama boat Teluk Bone 02”_

Begitulah suara yang kudengar ketika berada di tengah-tengah keramaian. Suara itu menjadi keidentikan tersendiri di Pelabuhan Bangsal. Ada 2 loket tempat orang membeli tiket. Loket di sebelah barat menyediakan ke Gili Trawangan dan Gili Meno, sedangkan loket yang berada di sebelah timur itu menyediakan tiket ke Gili Air. Dalam  jangka 15 menit sekali, pasti terdengar suara tersebut. Menandakan boat akan segera berangkat. Kemudian, orang-orang pun ramai menghampiri boat tersebut. Mulai dari anak-anak, dewasa sampai orang tua. Ada orang yang berkulit putih, sawo matang, dan juga hitam langsat.

Para pedagang di Pelabuhan Bangsal

Para penumpang membawa  berbagai macam barang seperti kopor, bahan makanan mentah maupun siap saji, dan berbagai perabotan rumah tangga. Sembari menunggu keberangkatan boat, aku melihat beberapa penumpang membeli makanan dan minuman yang dibungkus dengan berbagai macam kemasan. Memang, di sekitar area pelabuhan banyak sekali pedagang seperti kaki lima,warung makan, cafe, dan pertokoan. Tak hanya masyarakat Pemenang, namun banyak pedagang luar yang mengisi area tersebut.

Tong sampah di Pelabuhan Bangsal

Akupun berjalan ke selatan dan menemukan beberapa tong sampah berjejer yang sudah penuhan dan  berserakan. Kakiku berhenti, dan mataku memandangnya sedikit tajam. Tiba-tiba aku terkejut, karena Rizal berada tepat disampingku. Ia menyalakan korek api dan membakar satu batang rokok yang dibeli tadi. “Sedang mengamati apa yu?” ujar rizal, “kamu melihat ada yang aneh gak dari sampah itu zal” ucapku. Rizal sedikit tertawa dengan asap yang sedikit keluar dari hidungnya. “Yang namanya sampah setahu saya, yaa memang begitu” balasnya, “iyaa zal, memang dimanapun sampah ya tetap sampah. Tetapi, coba saja sampah ini dikelompokkan dengan jenisnya masing-masing. Mungkin tidak akan berserakan seperti ini. Sampah itu juga bisa kita pungut kemudian diolah lagi” jawabku dengan menatap mata Rizal.

Sampah di sana banyak berjenis plastik kresek, botol plastik, dan berbagai kertas. Sampah disana banyak dihasilkan oleh para pedagang dan pengunjung yang membeli berbagai makanan. Dan mereka Sedikit lupa  menjaga kebersihan. Sehingga banyak sampah-sampah berserakan.

Di waktu sore, pengunjung semakin ramai. Para pedagang kaki limapun mulai memadati ruang yang dirasa cukup strategis untuk berjualan. Ditengah keramaian tersebut, banyak pengunjung yang membawa makanan dan minuman ringan. Entah mereka bawa dari  rumah ataupun mereka beli di supermarket. Kemudian mereka mencari tempat untuk menghabiskan makanannya sampai waktu tertentu. Ada sekelompok orang yang membawa bekas makanannya ke tong sampah dan ada juga sebagian yang meninggalkan bekas makanannya disana. Tindakan tersebut seolah olah melecehi Bangsal. Mereka berkunjung ke Bangsal hanya menikmati keindahannya saja. Setelah merasa puas, merekapun pergi dengan rasa tidak bertanggung jawab atas apa yang mereka perbuat di sana.

Suasana di belakang loby penyebrangan

Petugas sampah di area Bangsal membersihkannya dalam satu kali sehari. Tepatnya pada pukul 05.30 – 07.30 WITA. Kemudian setelah dikumpulkan, sampah-sampah tersebut dibawa oleh truck berwarna kuning dengan plat merah. Sementara ekosistem sampah di sana tetap berputar begitu-begitu saja. Tanpa adanya tindakan dari pihak-pihak lain. Sampah-sampah itu tidak dibuang, namun di pindahkan dari Bangsal ke daerah lain. Hal itu seperti sia-sia untuk penanganan terhadap sampah. Di sana bisa disebut tempat salah satu produksi sampah dari sekian banyak tempat wisata di Kabupaten Lombok Utara. Dalam penangan sampah sendiri, selalu menjadi PR kita bersama. Buukan hanya pemerintah saja. Semakin banyaknya manusia berkumpul disuatu tempat, maka sampahpun semakin banyak.

Sampah juga menjadi pembahasaan penting ditengah tengah kita. Sebut saja sampah plastik yang mengharuskan 1000  tahun untuk mengurai didalam tanah. Kurangnya akan kesadaran mengenai sampah ini, akan berakibat buruk dimasa yang akan datang.

Bangsal dan buruh yang sedang mengangkut barang

Untuk memulai kesadaran dari sekarang, gerakan masyarakat harus kita dukung melalui  kampanye-kampanye secara visual. Supaya kita tidak  sama-sama menyesal dikemudian hari. Dan menyadari bahwa Bangsal tersebut menjadi aset bagi kita semua. Karena disana banyak orang menggantungkan harapan hidupnya. Bangsal yang menjadi ikon penting Lombok Utara, harus kita jaga dan rawat. Bukan hanya menjadi tempat wisata namun Bangsal ini bisa menjadi tempat percontohan dari setiap daerah terkait kebersihannya.

TENTANG PENULIS

Wahyu Rizki Inandi

Wahyu Rizki Inandi saya kerap di sapa Wahyu, lahir diDusun Gol pada tanggal 23 Maret 2002 Saya anak ketiga dari enam bersaudara. Ia adalah salah satu Mahasiswa STKIP Hamzar yang mengambil prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dan saat ini masih semester V. Wahyu juga aktif di salah satu organisasi internal kampus yakni HMPS PGSD tahun 2023/2024 dan disela sela waktu Wahyu juga seringkali bermain dan belajar dipasirputih.