Skip to main content

BERBAGAI macam cara (individu pun kelompok) dalam mengekspresikan subjek, baik yang memiliki kedekatan emosional secara mendalam dan tidak jarang menyangkut lokasi-lokasi. Tiap-tiap tendensi yang muncul ke dalam diri si seniman pada akhirnya sangat mempengaruhi output dari proses kreatifnya – salah satunya adalah Ruhul Jihad, seorang penyanyi yang menggubah realitas keadaan sekitar tempatnya tinggal.

Ruhul Jihad ketika didatangi oleh tim baledata Pasirputih

Masyarakat pesisir utara tepatnya Pemenang, mungkin tidak asing dengan album lagu “Kidung Daya”. Album tersebut merupakan kumpulan-kumpulan lagu yang dipersembahkan oleh Ruhul Jihad. Sekitar tahun 2000-an, lagu-lagunya sempat didengar dari toa-toa Masjid, atau juga dalam berbagai acara masyarakat; gotong royong, nikahan, peringatan Maulid, dan bahkan di radio-radio, tidak hanya di Lombok Utara namun juga daerah lain di Pulau Lombok.

Membicarakan sebuah larik-larik dalam lagu yang digubah oleh Ruhul Jihad, juga tidak bisa terlepas dari realitas sosial masyarakat pesisir dekade 2010 ke bawah atau dengan kata lain, perlu juga kita menyelami lebih jauh keadaan pada waktu itu. Karena proses penciptaan sebuah karya oleh pengarang, mungkin bisa jadi adalah refleksi realitas atas keadaan sekitar, artinya dia sadar keadaan tersebut kemudian dituangkan dalam larik-larik lagu.

“Mikir-mikir bagusanku lalo bak Malaysia

Dek tiang sanggup dedengah kak erak ita mudian, erak ita mudian

Onyak’an sik memikir batur lingkak jari sesalan 

Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian 

Bersakit-sakit dahulu, bersendang-senang kemudian”

-Ruhul Jihad, Kumikir-mikir

Bisa jadi larik tersebut tercipta atas keresahan pengarang (Ruhul Jihad) dalam menyikapi banyaknya migrasi warga ke daerah atau bahkan negara lain dalam rangka mencari pekerjaan. Malaysia dan Timur Tengah, menjadi semacam diskursus di masyarakat pesisir kala itu – menjadi pekerja di negara lain semacam jawaban atas kesulitan ekonomi.

Cover album “Kidung Daya Satu” yang sempat digandrungi masyarakat pada tahun 2000an

Bahkan untuk menyambut akan terbentuknya Lombok Utara, dia menggubah, “Mudah mudahan erak pemerintah ita pada jujur bijaksana[1].” Sebuah bentuk kesadaran politik sekaligus pengharapan atas terbentuknya pemerintahan yang mandiri, “dendek ta lupa okon batur anuk ndek arak, dapekng miskin rakyat ita.”

Realitas sosial bisa disuarakan dalam berbagai bentuk dimensi, dan Ruhul Jihad memilih menggubah lagu-lagu. Melihat berbagai realitas yang tersebar di sudut-sudut kampung, bukit-bukit, bahkan juga lekuk sungai-sungai. Misalnya, “Lokok bengkok marak arannya[2],” – bayangkan, dia menyanyi mewakili kampung kelahirannya, Malimbu. Entah semacam ada kenangan di dalamnya. 

Bagi Ruhul Jihad, inspirasi atas lagunya bisa tercecer di mana-mana – bahkan menembus lintas negara. Di Kerujuk, Menggala, Lokok Beli, hingga Gangga (Lombok Utara dan India) – “Gangga kota lintas, arannya pada dait aran lokok kon India.”

Tidak hanya selesai dengan dimensi geografi suatu wilayah saja (Malimbu, Malaka, Gangga, Bayan, Menggala, dll) – tetapi juga sosial ekonomi. Dalam lagu ‘Nganti Lowongan’ dia menggubah, “lalo meranto dik meta pegawean, sekedar Bali dik jari kuli bangunan[3].”

Jika boleh saya secara pribadi mengomentari, di pesisir Utara khususnya Malaka, desa kelahiran si penyanyi kita. Masyarakat secara umum bisa dikategorikan menjadi dua rumpun profesi; masyarakat petani dan nelayan. Pariwisata di Lombok Utara belum begitu masif layaknya Bali – maka tidak heran jika dalam periode lagu ini tercipta dan menyebut Bali sebagai tujuan mencari pekerjaan.

album kidung daya realitas
Salah satu album lagu penggubah realitas pesisir oleh Ruhul Jihad

“Luan dudur dait urap-urap kekicang, mun matik tutur dek tulus ta pedek tian,” – sebagai suatu sikap jika pilihan hidup murni dari diri sendiri, tanpa ada ikut campur orang lain. Dalam lanjutan lagunya, dia juga menguatkan hatinya, “amun bau kak adeng adengan antih semendak sang arak lowongan, – kuatang ate dik gasap sedoan, doayang kakak dik becat mauk pegawean.” – seolah menyiratkan dan menunda kepergian menuju rantauan. 

Sepintas dalam benak, dan kenangan kolektif penulis yang memang besar dan tumbuh di pesisir ketika lagu-lagu ini digubah. Ada tren migrasi di tengah-tengah masyarakat pada waktu itu, yang sebagian besar disebabkan alasan ekonomi. Apakah kemudian lagu-lagu Ruhul Jihad adalah bentuk refleksi atas realitas sosial masyarakat? Dalam sudut pandang saya, dan itu sangat mungkin – sulit menolak jika lagu-lagu ini tidak berangkat dari realitas sosial.

Dalam lagu lain[4], Ruhul Jihad juga mengutarakan remuk redamnya ditinggal pergi tanpa sepucuk kabar – “saor perasa nyorang perasa ya lalo jaok. Bak panton tau lalo mengkaya derak cerita.” Dia mencoba menggabungkan metafora-metafora atas kesedihan dari sisi orang yang ditinggal – “Sawek kumengan sawek kumengan, marak dek mengan – mun ngenaek marak kat dui.”


[1] Ruhul Jihad dalam “Gumi Daya.”

[2] Ruhul Jihad dalam album Kidung Daya 1, “Malimbu Loek Aran.”

[3] Ruhul Jihad dalam, “Nganti Lowongan.”

[4] Ruhul Jihad dalam “Lelah Menganti.”