Skip to main content

Komunitas Pasirputih Lombok Utara sedang menggelar pameran tunggal karya seni rupa seniman jangka panjang Hujjatul Islam dengan tema “Gelap-Terang Hujjatul Islam.” Pameran yang berlangsung di Aula Mempolong Pemenang dari tanggal 29 Desember 2021 – 11 Januari 2021 mulai pukul 09:00 – 21:00 WITA. 

Muhammad Sibawaihi (kiri) selepas memberikan sambutan kurator pada acara pembukaan pameran tunggal “Gelap-Terang” di Aula Mempolong Pasirputih. (DOK. BERAJAHAKSARA)

Pameran yang dikuratori oleh Muhammad Sibawaihi ini mengungkapkan, sebagai seorang Perupa yang sudah berkarya lebih dari 10 tahun, Jatul (panggilan akrab Hujjatul Islam) mampu secara konsisten berproses menumbuhkan eksistensi karyanya meskipun berada di medan seni rupa Nusa Tenggara Barat (NTB) yang naik-turun.

Membaca karya Jatul menjadi sangat penting guna mengupas proses kreatif serta membongkar pengalaman artistiknya, juga sebagai cara menempatkan dengan jelas batas otoritas tunggal sang seniman dan representasinya sebagai bagian dari kolektif

“Pameran Gelap Terang Hujjatul Islam bukan sekadar menjadi metode presentasi dalam rangka membedah karyanya, akan tetapi pameran ini melangkah lebih jauh dengan mengupas proses artistik sang seniman mulai sejak tahun 2010,” lanjut Siba, panggilan akrab Muhammad Sibawaihi.

Fenomena Sosial dan Singgungan Karya

Hujjatul Islam, yang memang lahir dan tumbuh di wilayah pesisir sekaligus menyaksikan pergeseran kebudayaan di dalamnya, dari identitas agraris dan nelayan menjadi masyarakat industri sehingga tema-tema karya Jatul sangat lekat dengan hal tersebut. 

Karya Hujjatul Islam dalam merespon berbagai fenomena sosial di Lombok Utara, termasuk bagaimana sang seniman membawa sebuah pewacanaan dalam karyanya. (DOK. BERAJAHAKSARA)

Termasuk bagaimana ia merespon tatanan sosial masyarakat Pemenang yang kehilangan identitas pesisirnya. Banyak dari karya Jatul yang menampilkan potret-potret wajah, juga tradisi-tradisi lokal. 

Jatul mengeksplorasi sekaligus menjadikan wilayah sekitar sebagai laboratorium kerja kreatifnya. Namun, pesan sekaligus wacana yang hendak ia sampaikan melalui karya-karyanya mampu melewati batas-batas wilayah – termasuk bagaimana posisi dirinya dalam panggung kesenian di Pulau Lombok.

Beberapa karya awal Jatul yang menggambarkan perjalanan proses kreatifnya ditampilkan dalam pameran ini, termasuk karya yang berhasil diselamatkan dari reruntuhan akibat gempa 2018 silam. 

Proses kreatif Jatul tidak hanya mengalir secara individu, namun juga kolektif dan ia mampu memposisikan dirinya. Hal ini dibuktikan ketika terlibat dalam kegiatan kebudayaan ‘Bangsal Menggawe 2016” oleh Pasirputih. 

Respon Sketsa Terhadap Puisi

Keberhasilan alih wahana oleh Jatul dalam merespon puisi karya Muhammad Sibawaihi terlihat dari kekuatan sketsa gelap terang. Arsiran-arsiran yang menunjukkan kedalaman intuisi sekaligus tafsir dari teks puisi – meskipun cenderung realis tetapi keliaran Jatul terlihat dari arsirannya yang tidak mudah ditebak.

Proses berkarya saya adalah mengosongkan pikiran dari sampah kata-kata.

Hujjatul Islam

Hal ini menunjukkan konsistensinya merekam objek-objek sosial dari masyarakat yang termarginalkan dan menjadikannya sebagai laboratorium proses pengkaryaannya.

Tujuh Sketsa karya Hujjatul Islam dalam merespon puisi karya Muhammad Sibawaihi. (DOK. BERAJAHAKSARA)

Alih wahana sebuah karya puisi tentu sudah banyak dilakukan; baik ke dalam musik, Film, juga ilustrasi. Misalnya, sebuah kolaborasi antara penyair Aan Mansyur dengan ilustrator Muhammad Taufik dalam sebuah karya Melihat Api Bekerja. Menurut Aan, kolaborasi tersebut membebaskan sang ilustrator dalam menafsirkan setiap puisinya, bahkan antara penyair dan ilustrator belum pernah bertemu sebelumnya.

Atau misalnya contoh alih wahana yang lain dalam bentuk musik, Ari Reda (Ari Malibu dan Reda Gaudiamo) yang melakukan musikalisasi puisi-puisi Sapardi Djoko Damono yang menurut saya sangat berhasil, bahkan saya jauh lebih menikmati puisi Sapardi yang diiringi petikan gitar Ari Malibu dan suara vokal Reda Gaudiamo yang khas itu.

Dan sekarang di pelosok Lombok, alih wahana puisi juga dilakukan. Hujjatul Islam tetap pada karakter karyanya yang kuat, puisi dan sketsa adalah dua medium yang berbeda – tetapi saya yakin dua medium ini sama-sama memiliki peran menyampaikan: gagasan, perasaan, kritikan, dan lain sebagainya.

Proses Jatul mentransformasikan puisi ke medium kreatifnya, ia berhasil tanpa saling meniadakan antara keduanya – tidak saling melepaskan dengan keluar dari identitas masing-masing karya.

Tentang Hujjatul Islam

Pasiputih Lombok Utara sedang menggelar pameran tunggal karya seni rupa seniman Hujjatul Islam bertajuk Gelap-Terang. Pameran yang berlangsung di Aula Mempolong Pemenang dari tanggal 29 Desember 2021 – 11 Januari 2021 mulai pukul 09:00 – 21:00 WITA. (DOK. BERAJAHAKSARA)

Hujjatul Islam lahir di Pemenang Lombok Utara pada tanggal 30 Juni 1984. Ia menyelesaikan pendidikan dasar hingga menengah atas di tanah kelahirannya. Jatul aktif dalam kegiatan kolektif sejak 2009 dan menjadi salah salah satu anggota Pasirputih hingga sekarang.

Sebagai seorang Perupa, ia kerap kali terlibat dan hampir tidak pernah absen mencatatkan namanya pada setiap pergelaran seni rupa di Nusa Tenggara Barat (NTB) pun juga melakukan pameran kolektif – yang terbaru dalam pameran bertajuk “Napak Tilas Perupa NTB” diinisiasi oleh Taman Budaya Provinsi NTB.

Adapun residensi seniman yang pernah dilakukan di antaranya; tahun 2012 ia terlibat sebagai salah satu seniman residensi Studio Hanafi dan residensi seniman oleh komunitas Gubuak Kopi, Sumatra Barat. Selain itu, keterlibatan kolektif Jatul juga bisa dilihat dari keikutsertaan dirinya sebagai salah satu seniman di Makassar Biennale dengan tema “Maritim.”

Tahun 2021 diundang sebagai salah satu seniman di komunitas LostGens Contemporary Art Space Malaysia, Seniman Island Attack bersama Arka Kinari, dan seniman di baledata yang diinisiasi oleh Pasirputih.